Lustrasi: Pinggir Kali Code |
"Jumlah keluarga yang bertempat tinggal di kawasan paling rawan terkena dampak terburuk akibat banjir lahar dingin dari Merapi sekitar 500 keluarga," kata Wali Kota Herry Zudianto di Yogyakarta, Senin (6/12/2010).
Dengan mempertimbangkan kapasitas Sungai Code, jumlah material hasil erupsi Gunung Merapi yang mengendap di Kali Boyong dan juga intensitas hujan yang akan berlangsung hingga Maret, maka pemerintah harus menyiapkan antisipasinya. Salah satunya dengan wacana relokasi.
Berdasarkan penelitian, jumlah material hasil erupsi Gunung Merapi yang mengendap di Kali Boyong sebagai hulu Sungai Code mencapai sekitar 30 juta meter kubik atau hampir enam kali lipat dibanding kapasitas maksimal sungai tersebut saat tidak ada sedimen.
Berdasarkan penelitian, jumlah material hasil erupsi Gunung Merapi yang mengendap di Kali Boyong sebagai hulu Sungai Code mencapai sekitar 30 juta meter kubik atau hampir enam kali lipat dibanding kapasitas maksimal sungai tersebut saat tidak ada sedimen.
Namun, wacana relokasi tersebut tidak dapat dipaksakan oleh salah satu pihak saja, tetapi juga harus ada persetujuan dan kesediaan serta kesadaran dari masyarakat yang akan direlokasi itu sendiri.
Ia mengatakan, dengan adanya kesadaran dari masyarakat untuk direlokasi, maka masyarakat tidak akan merasa diusir dari tempat tinggal mereka selama ini. "Saya pikir, ini adalah antisipasi terbaik. Masyarakat ditempatkan di wilayah yang aman dan pemerintah memfasilitasinya," katanya.
Jumlah keluarga yang paling banyak direlokasi adalah di Kampung Jogoyudan, Kelurahan Gowongan, Kecamatan Jetis, karena keluarga tersebut tinggal di daerah Wedi Kengser.
Wedi Kengser adalah wilayah yang dulunya merupakan wilayah sungai, tetapi mengalami sedimentasi sehingga berubah menjadi bantaran.
Ia mengatakan, dengan adanya kesadaran dari masyarakat untuk direlokasi, maka masyarakat tidak akan merasa diusir dari tempat tinggal mereka selama ini. "Saya pikir, ini adalah antisipasi terbaik. Masyarakat ditempatkan di wilayah yang aman dan pemerintah memfasilitasinya," katanya.
Jumlah keluarga yang paling banyak direlokasi adalah di Kampung Jogoyudan, Kelurahan Gowongan, Kecamatan Jetis, karena keluarga tersebut tinggal di daerah Wedi Kengser.
Wedi Kengser adalah wilayah yang dulunya merupakan wilayah sungai, tetapi mengalami sedimentasi sehingga berubah menjadi bantaran.
Warga yang akan direlokasi tersebut akan ditempatkan di hunian sementara (huntara) yang dibangun oleh pemerintah. Selain terus mengkaji wacana relokasi, Pemerintah Kota Yogyakarta juga terus menyempurnakan sistem peringatan dini banjir lahar dingin di sungai tersebut.
"Kami sedang melakukan analisis untuk pemasangan pengeras suara di sepanjang tepian Sungai Code agar masyarakat memiliki kesadaran tentang ancaman bahaya banjir lahar dingin yang akan datang," katanya.
"Kami sedang melakukan analisis untuk pemasangan pengeras suara di sepanjang tepian Sungai Code agar masyarakat memiliki kesadaran tentang ancaman bahaya banjir lahar dingin yang akan datang," katanya.
Informasi yang akan disampaikan melalui pengeras suara tersebut, yaitu soal ketinggian air Kali Boyong hasil pengamatan di Pos Ngentak. "Yang akan memberikan informasi adalah posko utama Tanggap Code yang berada di Rumah Dinas Wali Kota sehingga ada kejelasan informasi dan tidak membingungkan masyarakat," katanya.
Sementara itu, Camat Jetis Sisruwadi mengatakan, wilayah yang paling parah terkena dampak banjir lahar dingin Gunung Merapi adalah Kampung Jogoyudan. Di kampung tersebut terdapat 94 rumah dari enam rukun warga (RW) yang sudah tidak dapat dihuni karena terus-menerus terkena luapan sungai berupa lumpur dan pasir berketinggian 50 sentimeter (cm) hingga 75 cm.
"Masyarakat pun diungsikan ke tempat yang lebih aman, seperti di masjid dan juga rumah-rumah penduduk," katanya.
ANT
Sumber :
Editor: Benny N Joewono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar