Alih Bahasa

Jumat, 03 Desember 2010

Kali Code Kembali Meluap Dahsyat

(Sumber: www.kompas.com, Jumat, 3 Desember 2010 | 21:41 WIB)
(Sumber Foto ilustrasi: Hasan Sakri-tribunnews,com)
YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Kali Code kembali meluap setelah hujan deras melanda Sungai Boyong, Jumat (3/12/2010) sore. Sejumlah rumah warga yang sudah dibersihkan kembali terendam air yang membawa lahar dingin.
             Di Jembatan Juminahan, Kota Yogyakarta, ketinggian permukaan Kali Code mulai naik sekitar pukul 15.30. Air berwarna coklat dan membawa materi lahar dingin berupa lumpur dan pasir. Permukaan air yang membawa lahar dingin itu sempat mencapai ketinggian lebih kurang 140 sentimeter atau naik sekitar 120 sentimeter dari ketinggian normal yang hanya berkisar 20 sentimeter.
            Pengurus Radio Komunitas Pareanom yang memantau di Jembatan Juminahan, Basirun Sarjono (52), mengatakan, banjir kali ini lebih rendah dari Senin lalu. "Saat itu, ketinggian air mencapai 180 sentimeter. Tapi arusnya lebih deras sekarang ini," katanya.
            Banjir lahar dingin terlihat merendam sejumlah rumah warga yang terdapat di sisi barat Kali Code. Di kawasan Jogoyudan, sejumlah rumah terlihat terendam hingga mendekati atap rumah. Balai RT 42, RW 10, Kampung Jogoyudan, Kelurahan Gowongan, Kecamatan Jetis, yang sempat digunakan warga untuk berjaga ikut terendam air setinggi mata kaki. Air mulai surut sekitar 30 menit kemudian.
            Warga Jogoyudan, Suman (45), mengatakan, di RT 42 tersebut terdapat 45 rumah terendam dari banjir lima hari yang lalu. Pada banjir kali ini, rumah-rumah itu terendam kembali. Namun, kata Suman, warga lebih siap pada banjir kali ini. Mereka telah mengamankan diri dengan menyingkir ke posko pengungsian terdekat sebelum banjir datang. "Kami sudah dengar peringatan akan ada air naik sekitar 30 menit sebelum banjir datang. Jadi, semua sudah siap," katanya.
Andalkan HT
            Menurut Suman, sejak banjir Senin lalu, warga meningkatkan pemantauan pada Kali Code. Mereka juga mengandalkan komunitas radio HT untuk mewaspadai banjir. "Tapi kami sudah berhenti menumpuk karung pasir karena sia-sia," ucapnya. Menjelang pukul 17.00, sebagian Jogoyudan seolah menjadi kampung mati. Suasananya gelap dan sunyi karena listrik padam.
            Astuti, warga Jogoyudan lainnya, mengatakan, warga Jogoyudan sangat membutuhkan bantuan penerangan, batu baterai, dan alat-alat kebersihan. "Kami sangat butuh bantuan sekop, cangkul, dan sapu karet. Tapi terutama bantuan penerangan," ujarnya.
            Hingga saat ini, sebagian warga RT 42 RW 10 Jogoyudan yang rumahnya pernah terendam air belum berani tidur di rumah dan memilih tidur di masjid terdekat yang digunakan sebagai posko pengungsian. Beberapa dari mereka juga sudah tidak bekerja sejak Selasa karena khawatir akan keselamatan keluarga di rumah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar